Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah, masih berstatus sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Meski begitu, statusnya di partai tersebut, tidak diakui. Belakangan Fahri justru dikabarkan merapat ke Partai Golkar.
Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menyebut ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan Golkar, sebelum menerima Fahri sebagai kadernya.
Pertama, kata dia, Golkar perlu mempertimbangkan isu pemberantasan korupsi. Setelah dipimpin Airlangga Hartarto, Golkar semakin menunjukkan komitmen terhadap isu pemberantasan korupsi.
"Golkar harus konsisten, membangun Golkar baru bersih yang ditandai dengan sikap dan kebijakan politik yang pro pemberantasan korupsi," kata dia kepada Kricom di Jakarta, Senin (5/2/2018).
Komitmen itu, kata dia, sudah ditunjukkan Golkar dengan menarik keanggotannya dari Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR untuk KPK.
"Jika Fahri bergabung, Golkar akan dicap sebagai partai yang tak konsisten dengan pemberantasan korupsi, karena Fahri cukup keras melawan KPK. Jelas ini kontraproduktif dengan kebaruan yang ingin dilakukan Golkar," jelasnya.
Pertimbangan kedua, ungkap dia, terkait suasana kebatinan kader Golkar dan Presiden RI, Joko Widodo, sebelum menerima Fahri.
Menurut dia, Fahri dikenal vokal mengkritisi segala kebijakan Jokowi. Sedangkan Golkar sudah lama menyatakan dukungan kepada Jokowi sebagai Capres 2019.
"Apalagi hubungan Golkar dan Jokowi ibarat gelas kaca yang bisa retak kapanpun. Jangan sampai bergabungnya Fahri hanya menjadi 'orang ketiga' yang bisa merusak harmoni Golkar, Jokowi," pungkasnya.
Sumber: kricom
"Fahri hanya akan menjadi orang ketiga dalam hubungan Golkar-Jokowi"
Reviewed by Biru Hitam
on
21.19
Rating:
Tidak ada komentar: